I. Apa yang dimaksud dengan MKM (Managemen Kasus di Masyarakat)

Managemen Terpadu Balita Sakit di Masyarakat(MTBS-M)merupakan suatu pendekatan yang dapat di lakukan di masyarakat pada level rumah tangga untuk membantu penanganan kasus penyakit pada balita. dari beberapa penyakit yang ada di masyarakat ada penyakit yang sangat segera membutuhkan penanganan. bila terlambat di beri pengobatan di khuatirkan menyebabkan kematian dan kecacatan pada bayi atau balita tersebut. seperti penyakit: Peneumonia, diare, infeksi neonatus, malaria dan infeksi berat lainnya.
beruntung bila keluarga tersebut berada di wilayah yang dekat dengan fasilitas kesehatan, mungkin keadaan sakit berat tersebut dapat di tangani di fasilitas kesehatan tersebut. Tapi bagaimana dengan masyarakat yang berada jauh dari fasilitas kesehatan., maka dengan menerapkan MKM di harapkan adanya anggota masyarakat yang dapat memberikan bantuan segera terhadap penyakit berat tersebut dan menyelamatkan balita dari kecacatan dan kematian.

II. siapa yang dapat melakukan MKM

Read More......
Read Comments

SPONDILITIS TUBERKULOSIS

I. PENDAHULUAN
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa 1,9 milyar manusia, sepertiganya penduduk dunia ini, telah terinfeksi kuman Micobacterium tuberculosis. Angka infeksi tertinggi di Asia Tenggara, Cina, India, Afrika, dan Amerika Latin. Tuberkulosis terutama menonjol di populasi yang mengalami stres, nutrisi jelek, penuh sesak, perwatan kesehatan yang tidak cukup, dan perpindahan tempat. Pada orang dewasa, dua pertiga kasus terjadi pada orang laki-laki, tetapi ada sedikit dominasi tuberkulosis pada wanita di masa anak
Frekuensi tuberkulosis terjadi pada orang tua populasi kulit putih di Amerika Serikat. Sebaliknya, pada populasi kulit berwarna tuberkulosis paling sering pada orang dewasa muda dan anak-anak umur kurang dari lima tahun. Kisaran umur 5-14 tahun sering disebut “umur kesayangan” karena pada semua populasi manusia kelompok ini mempunyai frekuensi penyakit tuberkulosis yang terendah. Di Amerika Serikat, seperlima dari kasus baru tuberkulosis dihubungkan dengan penyakit ekstrapulmoner. Tuberkulosis telah dilaporkan terdapat pada seluruh tulang di tubuh. Di Amerika, penyakit ini melibatkan tulang vertebra pada 50 % pasien (vertebra torakal pada 50 %, vertebra servikal 25 %, dan vertebra lumbal 25 %), pelvis pada 12 % pasien, panggul dan paha pada 10 %, lutut dan tungkai bawah 10 %, tulang iga 7 %, pergelangan kaki 2 %, siku 2 %, dan tempat lain 3 %. Tuberkulosis ekstrapulmoner lebih sering terjadi pada anak-anak dibandingkan dengan orang dewasa yaitu sekitar sepertiga dari anak-anak dengan tuberkulosis punya manifestasi ekstrapulmoner. Spinal tuberkulosis telah dikenal sejak zaman kuno di Egyp & Peru dan penyakit ini merupakan salah satu penyakit tertua pada manusia yang pernah ditemukan. Percival Pott mempresentasikan tentang spinal tuberkulosis pada tahun 1779. dan sejak adanya obat antituberkulosis dan meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, spinal tuberkulosis menjadi jarang dijumpai. Spinal tuberkulosis dapat menyebabkan morbiditas yang serius, termasuk defisit neurologis yang permanen deformitas berat. Pengobatan medis atau kombinasi medis dan pembedahan dapat mengontrol penyakit ini pada banyak pasien. II. DEFINISI Spondilitis Tuberkulosa ialah suatu bentuk infeksi tuberkulosis ekstrapulmoner yang mengenai tulang belakang (vertebra). Infeksi mulai dari korpus vertebra, menjalar ke diskus intervertebralis dan kemudian mencapai alat-alat dan jaringan di dekatnya. Walaupun Spondilitis Tuberkulosa dapat berkembang di tiap korpus vertebra, namun menurut statistik lokalisasi di vertebra torakal adalah paling umum (35 %). Lokalisasi di tingkat lumbal terdapat pada 31 % penderita. Dan di tingkat torakolumbal (T12- L1) adalah sebesar 23 %. III. PATOGENESIS Spondilitis tuberkulosa merupakan kelanjutan dari penyebaran kuman tuberkulosa yang sudah bermukim di tubuh, misalnya di paru atau kelenjar getah bening. Penyebaran itu berlangsung melalui aliran darah arteri vertebralis. Kuman tuberkulosa pertama bersarang di korpus vertebra. Sarang itu terletak dekat lapisan epifisial atas atau bawah. Erosi yang terjadi akibat perkembangan sarang tuberkulosa itu merusak korpus vertebra dan menjebolkan diskus intervertebralis ke dalam kanalis vertebralis. Konsekuensinya ialah deformitas tulang belakang setempat sehingga timbul gibusdan timbulnya penekanan pada medula spinalis akibat proses tuberkulosa itu berada di salah satu korpus vertebra. Bila ligamentum longitudenal posterior saja yang terkena maka proses itu dapat berkembang di bagian itu saja tanpa merusak tulang belakang. Dalam hal itu foto rontgen memperlihatkan tulang belakang yang normal, tapi pasien bisa berada dalam keadaan paraplegi akibat penekanan terhadap medula spinalis. Gibus tidak selamanya disertai penjebolan diskus intervertebralis, sehingga tidak timbul kompresi medula spinalis. Gibus itu disebut gibus yang terkompensasi. Bila yang rusak hanya sebuah korpus vertebra saja, lengkungan yang terjadi runcing bentuknya. Gibus yang runcing ini disebut gibus angularis. Bila yang mengalami kerusakan lebih dari satu vertebra, gibus yang terjadi berbentuk seperti busur dan dinamakan gibus arkuatus. Sebagai proses kelanjutan dapat berkembang abses yang pada mulanya merupakan tempat hancurnya jaringan yang terkena proses tuberkulosa. Semain hancur maka terjadilah abses yang pada permulaan menjebol ke anterior dan ke samping korpus vertebra. Kemudian dapat terjadi perluasan ke bawah atau menjebol ke posterior di sela subdural. Penjebolan ke belakang di sela subdural inilah yang mengakibatkan paraplegi. Abses paravertebral itu bisa menurun dan tiba di tepat origo otot psoas, lalu berkembang di dalam sarung otot tersebut dan akhirnya tiba di bawah ligamentum Poupart. Pada tempat ini ia dapat salah didiagnosa sebagai hernia. Ia pun dapat menurun sampai ke pelvis dan menjebol di daerah gluteus dan menurun ke bagian lateral paha. Di sini ia dapat salah didiagnosa sebagai lipoma. IV. MANIFESTASI KLINIS Tuberkulosis pada tulang belakang tidak tampak pada tahun pertama kehidupan. Mulai timbul setelah anak belajar berjalan dan melompat. Kemudian terjadi pada semua umur. · Keluhan yang paling dini berupa rasa pegal di punggung yang belum jelas lokalisasinya. Kemudian terasa nyeri sejenak kalau badan digerakkan atau tergerak, yang tidak lama berikutnya akan jelas lokalisasinya karena nyerinya lebih mudah timbul dan lebih keras intensitasnya. Pada tahap yang agak lanjut nyeri di punggung itu ditambah dengan nyeri interkostal yang bersifat radikular. Nyeri itu terasa bertolak dari ruas tulang belakang dan menjalar sejajar dengan iga ke dada dan berhenti tepat di garis tengah dada. Untuk mengurangi keadaan ini anak menarik punggungnya kuat-kuat. Anak menghindari penekukan tubuh waktu mengambil sesuatu di lantai. Jika terpaksa dia hanya menekukkan lututnya untuk menjaga punggungnya tetap lurus. Rasa nyeri akan membaik bila dia beristirahat. · Tanda-tanda pada tingkatan yang berbeda : Ø Pada leher, jika mengenai vertebra servikal penderita tidak suka memutar kepalanya dan duduk dengan meletakkan dagu di tangannya. Dia akan merasa nyeri pada leher atau pundaknya. Jika terjadi abses, pembengkakan dengan fluktuasi yang ringan akan tampak pada sisi yang sama pada leher di belakang otot sternomastoid atau tonjolan pada bagian belakang mulut (faring). Ø Pada punggung bawah sampai iga terakhir (regio toraks). Dengan adanya penyakit pada regio ini, penderita memiliki punggung yang besar. Dalam gerakan memutar dia lebih sering menggerakkan kakinya daripada mengayunkan pinggulnya. Saat memungut sesuatu dari lantai dia menekuk lututnya sementara punggungnya tetap lurus. Kemudian akan terdapat pembengkakan atau lekukan yang nyata pada tulang belakang (gibus) diperlihatkan dengan korpus vertebra yang terlipat. Ø Jika abses ini menjalar menuju dada bagian kanan dan kiri serta akan muncul sebagai pembengkakan yang lunak pada dinding dada (abses dingin yang sama dapat menyebabkan tuberkulosis kelenjar getah bening interkosta). Jika menuju ke punggung dapat menekan serabut saraf spinal yang menyebabkan paralisis. Ø Saat tulang belakang yang terkena lebih rendah dari dada (regio lumbal), di mana juga berada di bawah serabut saraf spinal, pus juga dapat menjalar pada otot sebagaimana pada tingkat yang lebih tinggi. Jika ini terjadi akan tampak sebagai pembengkakan lunak di atas atau di bawah ligamentum pada lipat paha atau di bawahnya tetap pada sisi dalam dari paha (abses psoas). Pada keadaan yang jarang pus dapat berjalan menuju pelvis dan mencapai permukaan belakang sendi panggul. (Pada negara-negara dengan prevalensi tinggi 1 dari 4 penderita dengan tuberkulosis tulang belakang mempunyai abses yang dapat diraba.) Ø Pada pasien-pasien dengan malnutrisi akan didapatkan demam (kadang-kadang demam tinggi), kehilangan berat badan dan kehilangan nafsu makan. Di beberapa negara Afrika juga didapati pembesaran kelenjar getah bening, tuberkel subkutan, pembesaran hati dan limpa. Ø Pada penyakit-penyakit yang lanjut mungkin tidak hanya terdapat gibus (angulasi dari tulang belakang), juga terdapat kelemahan dari anggota badan bawah dan paralisis (paraplegi) akibat tekanan pada serabut saraf spinal atau pembuluh darah. V. PEMERIKSAAN A. Pemeriksaan fisis Tujuan pemeriksaan fisis : - Untuk menemukan tanda-tanda spinal tuberkulosis - Untuk melokalisasi lesi yang ada - Untuk menemukan komplikasinya seperti abses dingin atau paraplegi Pemeriksaan fisis yang sistematis pada kasus sangkaan spinal tuberkulosis : v Gaya berjalan. Pasien dengan spinal tuberkulosis berjalan dengan langkah-langkah pendek untuk menghindari sentakan pada tulang belakang. v Sikap tubuh dan deformitas. Pasien dengan tuberkulosis servikal memiliki leher yang kaku, pasien dengan tuberkulosis spinal dorsalis, terdapat gibus. v Paravertebral bengkak, kemerahan dapat ditemukan pada abses dingin yang superfisial. Pemeriksaan neurologis perlu dilakukan pada daerah diatas dan di bawah lesi, juga pemeriksaan fungsi motorik, sensorik, dan refleks diperlukan untuk menilai fungsi kemih dan defekasi. Tujuan pemeriksaan neurologis adalah untuk menemukan ada tidaknya kompresi neurologis, tingkat kompresi neurologi, dan tingkat keparahan kompresi neurologis. B. Pemeriksaan penunjang v Pemeriksaan laboratorium : o Tuberkulin skin test menunjukkan hasil yang positif pada 84-95% pasien dengan HIV negatif. o Laju endap darah dapat meningkat lebih dari 100 mm/jam o Pemeriksaan mikrobiologi BTA, kultur dan test sensitivitas v Pemeriksaan radiologi : · Foto polos dapat menunjukkan gambaran khas tuberkulosis spinal : o Destruksi lisis dari bagian anterior vertebra o Penyempitan diskus intervertebralis bagian anterior o Korpus vertebra hancur o Tampak sklerosis pada proses lisis yang progresif o Osteoporosis pada lapisan bawah vertebra o Pembesaran bayangan psoas dengan atau tanpa kalsifikasi o Diskus interventrebral menyusup atau hancur · CT-scan dapat memberi gambaran lebih baik dari tulang dengan lesi lisis irreguler, sklerosis, kolaps diskus, dapat memberi gambaran jaringan lunak yang lebih baik, terutama daerah epidural dan paraspinl. Dapat mendeteksi lesi yang dini dan lebih efektif mendefenisikan bentuk dan kalsifikasi dari abses. · MRI merupakan kriteria standar untuk mengevaluasi infeksi pada rongga diskus dan osteomielitis dari spinal dan paling efektif untuk menunjukkan perluasan penyakit ini ke jaringan lunak dan penjalaran debris tuberkulosa ke ligamen longitudinal anterior dan posterior. MRI paling efektif untuk melihat kompresi neural. v Biopsi jarum juga membantu kasus yang sulit tetapi memerlukan pengalaman dan ilmu jaringan yang baik. VI. KOMPLIKASI Komplikasi timbul sebagai manifestasi dari kompresi medula spinalis, yang berupa refleks tendon yang meninggi dan refleks Babinski yang positif, sekalipun penderitanya belum mengeluh bahwa kedua tungkainya agak lemah (paraparese ringan) atau mengeluh bahwa gaya berjalannya kurang mantap. VII. DIAGNOSA BANDING 1. Traumatik 2. Myeloma 3. Diskus prolaps 4. Ankylosing spondilitis 5. Tumor spinal VIII. PENATALAKSANAAN Sebelum ditemukannya pengobatan antituberkulosa, spondilitis tuberkulosis diterapi dengan immobilisasi pada tirah baring yang lama. Frekuensi mortalitasnya ± 20 %, dan kekambuhan ± 30 %. Gabungan pengobatan dan pembedahan pada pasien sudah dikembangkan. British Medical Research Council menyatakan bahwa spondilitis tuberkulosa harus diterapi dengan regimen pengobatan kombinasi tiga obat anti tuberkulosa selama 6-9 bulan. Pada daerah dengan resisten INH, digunakan regimen empat obat. Regimen tiga obat tersebut adalah INH, Rifampicin dan Pirazinamide. Lamanya pengobatan masih kontroversial. Walaupun penelitian menganjurkan selama 6-9 bulan, tetapi yang masih lazim dipakai sekarang adalah pengobatan selama 9-12 bulan. Jadi lamanya pengobatan bersifat individual dan tergantung kepada penyembuhan dari gejala aktif dan stabilitas gejala klinis dari pasien. Indikasi pembedahan pada spondilitis tuberkulosis adalah : 1. Adanya defisit neurologis (kemunduran neurologis akut, paraparese, paraplegi) 2. Deformitas spinal yang tidak stabil 3. Tidak respons dengan terapi medis IX. PROGNOSA · Tingkat efektifitas terapi tinggi jika tidak terdapat komplikasi deformitas berat dan defisit neurologis. · Paraplegi yang dihasilkan dari kompresi medula spinalis biasanya punya respons yang baik terhadap pengobatan antituberkulosa. · Jika terapi medis tidak berhasil, operasi dekompresi akan meningkatkan angka kesembuhan. · Paraplegi dapat muncul dan menetap pada kerusakan medula spinalis yang permanen

Read More......
Read Comments

I. PENDAHULUAN
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa 1,9 milyar manusia, sepertiganya penduduk dunia ini, telah terinfeksi kuman Micobacterium tuberculosis. Angka infeksi tertinggi di Asia Tenggara, Cina, India, Afrika, dan Amerika Latin. Tuberkulosis terutama menonjol di populasi yang mengalami stres, nutrisi jelek, penuh sesak, perwatan kesehatan yang tidak cukup, dan perpindahan tempat. Pada orang dewasa, dua pertiga kasus terjadi pada orang laki-laki, tetapi ada sedikit dominasi tuberkulosis pada wanita di masa anak
Frekuensi tuberkulosis terjadi pada orang tua populasi kulit putih di Amerika Serikat. Sebaliknya, pada populasi kulit berwarna tuberkulosis paling sering pada orang dewasa muda dan anak-anak umur kurang dari lima tahun. Kisaran umur 5-14 tahun sering disebut “umur kesayangan” karena pada semua populasi manusia kelompok ini mempunyai frekuensi penyakit tuberkulosis yang terendah. Di Amerika Serikat, seperlima dari kasus baru tuberkulosis dihubungkan dengan penyakit ekstrapulmoner. Tuberkulosis telah dilaporkan terdapat pada seluruh tulang di tubuh. Di Amerika, penyakit ini melibatkan tulang vertebra pada 50 % pasien (vertebra torakal pada 50 %, vertebra servikal 25 %, dan vertebra lumbal 25 %), pelvis pada 12 % pasien, panggul dan paha pada 10 %, lutut dan tungkai bawah 10 %, tulang iga 7 %, pergelangan kaki 2 %, siku 2 %, dan tempat lain 3 %. Tuberkulosis ekstrapulmoner lebih sering terjadi pada anak-anak dibandingkan dengan orang dewasa yaitu sekitar sepertiga dari anak-anak dengan tuberkulosis punya manifestasi ekstrapulmoner. Spinal tuberkulosis telah dikenal sejak zaman kuno di Egyp & Peru dan penyakit ini merupakan salah satu penyakit tertua pada manusia yang pernah ditemukan. Percival Pott mempresentasikan tentang spinal tuberkulosis pada tahun 1779. dan sejak adanya obat antituberkulosis dan meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, spinal tuberkulosis menjadi jarang dijumpai. Spinal tuberkulosis dapat menyebabkan morbiditas yang serius, termasuk defisit neurologis yang permanen deformitas berat. Pengobatan medis atau kombinasi medis dan pembedahan dapat mengontrol penyakit ini pada banyak pasien. II. DEFINISI Spondilitis Tuberkulosa ialah suatu bentuk infeksi tuberkulosis ekstrapulmoner yang mengenai tulang belakang (vertebra). Infeksi mulai dari korpus vertebra, menjalar ke diskus intervertebralis dan kemudian mencapai alat-alat dan jaringan di dekatnya. Walaupun Spondilitis Tuberkulosa dapat berkembang di tiap korpus vertebra, namun menurut statistik lokalisasi di vertebra torakal adalah paling umum (35 %). Lokalisasi di tingkat lumbal terdapat pada 31 % penderita. Dan di tingkat torakolumbal (T12- L1) adalah sebesar 23 %. III. PATOGENESIS Spondilitis tuberkulosa merupakan kelanjutan dari penyebaran kuman tuberkulosa yang sudah bermukim di tubuh, misalnya di paru atau kelenjar getah bening. Penyebaran itu berlangsung melalui aliran darah arteri vertebralis. Kuman tuberkulosa pertama bersarang di korpus vertebra. Sarang itu terletak dekat lapisan epifisial atas atau bawah. Erosi yang terjadi akibat perkembangan sarang tuberkulosa itu merusak korpus vertebra dan menjebolkan diskus intervertebralis ke dalam kanalis vertebralis. Konsekuensinya ialah deformitas tulang belakang setempat sehingga timbul gibusdan timbulnya penekanan pada medula spinalis akibat proses tuberkulosa itu berada di salah satu korpus vertebra. Bila ligamentum longitudenal posterior saja yang terkena maka proses itu dapat berkembang di bagian itu saja tanpa merusak tulang belakang. Dalam hal itu foto rontgen memperlihatkan tulang belakang yang normal, tapi pasien bisa berada dalam keadaan paraplegi akibat penekanan terhadap medula spinalis. Gibus tidak selamanya disertai penjebolan diskus intervertebralis, sehingga tidak timbul kompresi medula spinalis. Gibus itu disebut gibus yang terkompensasi. Bila yang rusak hanya sebuah korpus vertebra saja, lengkungan yang terjadi runcing bentuknya. Gibus yang runcing ini disebut gibus angularis. Bila yang mengalami kerusakan lebih dari satu vertebra, gibus yang terjadi berbentuk seperti busur dan dinamakan gibus arkuatus. Sebagai proses kelanjutan dapat berkembang abses yang pada mulanya merupakan tempat hancurnya jaringan yang terkena proses tuberkulosa. Semain hancur maka terjadilah abses yang pada permulaan menjebol ke anterior dan ke samping korpus vertebra. Kemudian dapat terjadi perluasan ke bawah atau menjebol ke posterior di sela subdural. Penjebolan ke belakang di sela subdural inilah yang mengakibatkan paraplegi. Abses paravertebral itu bisa menurun dan tiba di tepat origo otot psoas, lalu berkembang di dalam sarung otot tersebut dan akhirnya tiba di bawah ligamentum Poupart. Pada tempat ini ia dapat salah didiagnosa sebagai hernia. Ia pun dapat menurun sampai ke pelvis dan menjebol di daerah gluteus dan menurun ke bagian lateral paha. Di sini ia dapat salah didiagnosa sebagai lipoma. IV. MANIFESTASI KLINIS Tuberkulosis pada tulang belakang tidak tampak pada tahun pertama kehidupan. Mulai timbul setelah anak belajar berjalan dan melompat. Kemudian terjadi pada semua umur. · Keluhan yang paling dini berupa rasa pegal di punggung yang belum jelas lokalisasinya. Kemudian terasa nyeri sejenak kalau badan digerakkan atau tergerak, yang tidak lama berikutnya akan jelas lokalisasinya karena nyerinya lebih mudah timbul dan lebih keras intensitasnya. Pada tahap yang agak lanjut nyeri di punggung itu ditambah dengan nyeri interkostal yang bersifat radikular. Nyeri itu terasa bertolak dari ruas tulang belakang dan menjalar sejajar dengan iga ke dada dan berhenti tepat di garis tengah dada. Untuk mengurangi keadaan ini anak menarik punggungnya kuat-kuat. Anak menghindari penekukan tubuh waktu mengambil sesuatu di lantai. Jika terpaksa dia hanya menekukkan lututnya untuk menjaga punggungnya tetap lurus. Rasa nyeri akan membaik bila dia beristirahat. · Tanda-tanda pada tingkatan yang berbeda : Ø Pada leher, jika mengenai vertebra servikal penderita tidak suka memutar kepalanya dan duduk dengan meletakkan dagu di tangannya. Dia akan merasa nyeri pada leher atau pundaknya. Jika terjadi abses, pembengkakan dengan fluktuasi yang ringan akan tampak pada sisi yang sama pada leher di belakang otot sternomastoid atau tonjolan pada bagian belakang mulut (faring). Ø Pada punggung bawah sampai iga terakhir (regio toraks). Dengan adanya penyakit pada regio ini, penderita memiliki punggung yang besar. Dalam gerakan memutar dia lebih sering menggerakkan kakinya daripada mengayunkan pinggulnya. Saat memungut sesuatu dari lantai dia menekuk lututnya sementara punggungnya tetap lurus. Kemudian akan terdapat pembengkakan atau lekukan yang nyata pada tulang belakang (gibus) diperlihatkan dengan korpus vertebra yang terlipat. Ø Jika abses ini menjalar menuju dada bagian kanan dan kiri serta akan muncul sebagai pembengkakan yang lunak pada dinding dada (abses dingin yang sama dapat menyebabkan tuberkulosis kelenjar getah bening interkosta). Jika menuju ke punggung dapat menekan serabut saraf spinal yang menyebabkan paralisis. Ø Saat tulang belakang yang terkena lebih rendah dari dada (regio lumbal), di mana juga berada di bawah serabut saraf spinal, pus juga dapat menjalar pada otot sebagaimana pada tingkat yang lebih tinggi. Jika ini terjadi akan tampak sebagai pembengkakan lunak di atas atau di bawah ligamentum pada lipat paha atau di bawahnya tetap pada sisi dalam dari paha (abses psoas). Pada keadaan yang jarang pus dapat berjalan menuju pelvis dan mencapai permukaan belakang sendi panggul. (Pada negara-negara dengan prevalensi tinggi 1 dari 4 penderita dengan tuberkulosis tulang belakang mempunyai abses yang dapat diraba.) Ø Pada pasien-pasien dengan malnutrisi akan didapatkan demam (kadang-kadang demam tinggi), kehilangan berat badan dan kehilangan nafsu makan. Di beberapa negara Afrika juga didapati pembesaran kelenjar getah bening, tuberkel subkutan, pembesaran hati dan limpa. Ø Pada penyakit-penyakit yang lanjut mungkin tidak hanya terdapat gibus (angulasi dari tulang belakang), juga terdapat kelemahan dari anggota badan bawah dan paralisis (paraplegi) akibat tekanan pada serabut saraf spinal atau pembuluh darah. V. PEMERIKSAAN A. Pemeriksaan fisis Tujuan pemeriksaan fisis : - Untuk menemukan tanda-tanda spinal tuberkulosis - Untuk melokalisasi lesi yang ada - Untuk menemukan komplikasinya seperti abses dingin atau paraplegi Pemeriksaan fisis yang sistematis pada kasus sangkaan spinal tuberkulosis : v Gaya berjalan. Pasien dengan spinal tuberkulosis berjalan dengan langkah-langkah pendek untuk menghindari sentakan pada tulang belakang. v Sikap tubuh dan deformitas. Pasien dengan tuberkulosis servikal memiliki leher yang kaku, pasien dengan tuberkulosis spinal dorsalis, terdapat gibus. v Paravertebral bengkak, kemerahan dapat ditemukan pada abses dingin yang superfisial. Pemeriksaan neurologis perlu dilakukan pada daerah diatas dan di bawah lesi, juga pemeriksaan fungsi motorik, sensorik, dan refleks diperlukan untuk menilai fungsi kemih dan defekasi. Tujuan pemeriksaan neurologis adalah untuk menemukan ada tidaknya kompresi neurologis, tingkat kompresi neurologi, dan tingkat keparahan kompresi neurologis. B. Pemeriksaan penunjang v Pemeriksaan laboratorium : o Tuberkulin skin test menunjukkan hasil yang positif pada 84-95% pasien dengan HIV negatif. o Laju endap darah dapat meningkat lebih dari 100 mm/jam o Pemeriksaan mikrobiologi BTA, kultur dan test sensitivitas v Pemeriksaan radiologi : · Foto polos dapat menunjukkan gambaran khas tuberkulosis spinal : o Destruksi lisis dari bagian anterior vertebra o Penyempitan diskus intervertebralis bagian anterior o Korpus vertebra hancur o Tampak sklerosis pada proses lisis yang progresif o Osteoporosis pada lapisan bawah vertebra o Pembesaran bayangan psoas dengan atau tanpa kalsifikasi o Diskus interventrebral menyusup atau hancur · CT-scan dapat memberi gambaran lebih baik dari tulang dengan lesi lisis irreguler, sklerosis, kolaps diskus, dapat memberi gambaran jaringan lunak yang lebih baik, terutama daerah epidural dan paraspinl. Dapat mendeteksi lesi yang dini dan lebih efektif mendefenisikan bentuk dan kalsifikasi dari abses. · MRI merupakan kriteria standar untuk mengevaluasi infeksi pada rongga diskus dan osteomielitis dari spinal dan paling efektif untuk menunjukkan perluasan penyakit ini ke jaringan lunak dan penjalaran debris tuberkulosa ke ligamen longitudinal anterior dan posterior. MRI paling efektif untuk melihat kompresi neural. v Biopsi jarum juga membantu kasus yang sulit tetapi memerlukan pengalaman dan ilmu jaringan yang baik. VI. KOMPLIKASI Komplikasi timbul sebagai manifestasi dari kompresi medula spinalis, yang berupa refleks tendon yang meninggi dan refleks Babinski yang positif, sekalipun penderitanya belum mengeluh bahwa kedua tungkainya agak lemah (paraparese ringan) atau mengeluh bahwa gaya berjalannya kurang mantap. VII. DIAGNOSA BANDING 1. Traumatik 2. Myeloma 3. Diskus prolaps 4. Ankylosing spondilitis 5. Tumor spinal VIII. PENATALAKSANAAN Sebelum ditemukannya pengobatan antituberkulosa, spondilitis tuberkulosis diterapi dengan immobilisasi pada tirah baring yang lama. Frekuensi mortalitasnya ± 20 %, dan kekambuhan ± 30 %. Gabungan pengobatan dan pembedahan pada pasien sudah dikembangkan. British Medical Research Council menyatakan bahwa spondilitis tuberkulosa harus diterapi dengan regimen pengobatan kombinasi tiga obat anti tuberkulosa selama 6-9 bulan. Pada daerah dengan resisten INH, digunakan regimen empat obat. Regimen tiga obat tersebut adalah INH, Rifampicin dan Pirazinamide. Lamanya pengobatan masih kontroversial. Walaupun penelitian menganjurkan selama 6-9 bulan, tetapi yang masih lazim dipakai sekarang adalah pengobatan selama 9-12 bulan. Jadi lamanya pengobatan bersifat individual dan tergantung kepada penyembuhan dari gejala aktif dan stabilitas gejala klinis dari pasien. Indikasi pembedahan pada spondilitis tuberkulosis adalah : 1. Adanya defisit neurologis (kemunduran neurologis akut, paraparese, paraplegi) 2. Deformitas spinal yang tidak stabil 3. Tidak respons dengan terapi medis IX. PROGNOSA · Tingkat efektifitas terapi tinggi jika tidak terdapat komplikasi deformitas berat dan defisit neurologis. · Paraplegi yang dihasilkan dari kompresi medula spinalis biasanya punya respons yang baik terhadap pengobatan antituberkulosa. · Jika terapi medis tidak berhasil, operasi dekompresi akan meningkatkan angka kesembuhan. · Paraplegi dapat muncul dan menetap pada kerusakan medula spinalis yang permanen.

Read More......
Read Comments

Kelas Ibu Hamil.

Pendahuluan

Ibu hamil dan anak balita merupakan salah satu kelompok paling beresiko terkena bermacam gangguan kesehatan (kesakitan dan kematian). Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, Angka Kematian Ibu di Indonesia sebesar 226/100.000 Kelahiran Hidup. Dengan angka tersebut, secara matematis dapat diartikan bahwa dalam setiap jamnya terjadi 1 kematian ibu di Indonesia., atau 24 kematian ibu perhari, 98 kematian ibu perminggu. Ini suatu angka kematian yang fantastis untuk ukuran era globalisasi, oleh karena itu kita harus berupaya untuk menurunkannya.





Salah satu tool (alat) program kesehatan yang diharapkan turut berperan dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat kehamilan, persalinan dan nifas adalah buku Kesehatan Ibu dan Anak (buku KIA). Buku KIA adalah suatu buku yang berisi catatan kesehatan Ibu dan Anak serta informasi cara menjaga kesehatan dan mengatasi anak sakit. Namun tidak semua ibu mau/bisa membaca buku KIA, Penyebabnya bermacam-macam, ada ibu yang tidak punya waktu untuk membaca buku KIA, atau malas membaca buku KIA, sulit mengerti isi buku KIA, ada pula ibu yang tidak dapat membaca. Oleh sebab itu ibu hamil perlu diajari tentang isi buku KIA dan cara menggunakan buku KIA. Salah satu solusinya yaitu melalui penyelenggaraan Kelas Ibu Hamil untuk ibu hamil, sedangkan 'Kelas Ibu Balita' untuk ibu yang mempunyai anak Balita.


Apakah Kelas Ibu Hamil?

Kelas Ibu Hamil merupakan suatu aktifitas belajar kelompok dalam kelas dengan anggota beberapa ibu hamil dibawah bimbingan satu atau beberapa fasilitator (pengajar) dengan memakai buku KIA sebagai alat pembelajaran.



Tujuan Kelas Ibu Hamil

Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan, merubah sikap dan perilaku ibu hamil tentang kehamilan, persalinan, perawatan nifas dan perawatan bayi baru lahir.


Manfaat Kelas Ibu Hamil

Bagi ibu hamil dan keluarganya: merupakan sarana untuk mendapatkan teman, bertanya, memperoleh informasi penting yang harus dipraktekkan, serta membantu ibu dalam menghadapi persalinan dengan aman dan nyaman.

Bagi petugas kesehatan: lebih mengetahui tentang kesehatan ibu hamil dan keluarganya serta dapat menjalin hubungan yang lebih erat dengan ibu hamil serta keluarganya dan masyarakat.


Konsep pelaksanaan Kelas Ibu hamil

* Memakai buku KIA sebagai alat (acuan) utama pembelajaran.
* Metode belajar memakai pendekatan cara belajar orang dewasa, yaitu partisipatif interaktif, ceramah, tanya jawab, peragaan/praktek, curah pendapat, penugasan dan simulasi.
* Materi: buku KIA, Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) melalui Stiker P4K, dan alat-alat bantu lain (lembar balik, peralatan KB, boneka bayi, dll).
* Kurikulum: disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi ibu hamil dengan tetap mengutamakan materi pokok. Pada setiap akhir pertemuan dilakukan senam ibu hamil.
* Dari, oleh dan untuk masyarakat: seluruh masyarakat termasuk tokoh-tokoh agama dan masyarakat berperan dalam pelaksanaan Kelas Ibu Hamil.
* Peserta: Ibu hamil dengan umur kehamilan 20-32 minggu. Suami atau keluarga diikutsertakan paling sedikit 1 kali pertemuan. Jumlah peserta maksimum 10 orang setiap kelas.
* Fasilitator/pengajar: Bidan atau petugas kesehatan yang mampu menjadi fasilitator Kelas Ibu Hamil.
* Waktu: disesuaikan dengan kesiapan ibu/bapak/keluarga, bisa pagi atau sore hari
* Frekuensi pertemuan: 3 kali pertemuan atau sesuai hasil kesepakatan antara fasilitator dengan peserta.
* Tempat fleksibel: bisa di Desa (rumah warga), Posyandu, Puskesmas, RB, RS, dll.

Contoh susunan kegiatan:

Materi pertemuan pertama:

- Penjelasan umum Kelas Ibu Hamil dan perkenalan peserta.

- Evaluasi awal: tes materi pertemuan I.

- Materi: Perubahan tubuh selama kehamilan, perawatan kehamilan

- Evaluasi harian dan evaluasi akhir tes materi pertemuan I.

- Senam ibu hamil.


Materi pertemuan kedua:

- Review materi pertemuan I dan hasil evaluasi sebelumnya.

- Evaluasi awal: tes materi pertemuan II.

- Materi: Persalinan, perawatan nifas.

- Evaluasi harian dan evaluasi akhir tes materi pertemuan II.

- Senam ibu hamil.


Materi pertemuan ketiga:

- Review materi pertemuan II dan hasil evaluasi pertemuan II.

- Evaluasi awal: tes materi pertemuan III.

- Materi: Perawatan bayi, mitos, penyakit menular, dan akte kelahiran.

- Evaluasi harian dan evaluasi akhir tes materi pertemuan III.

- Senam ibu hamil.


Contoh Kelas Ibu Hamil yang telah berjalan: di provinsi Sumatera Barat dan Nusa tenggara Barat.


Sumber

Departemen Kesehatan RI kerjasama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA), 2008, Leaflet Kelas Ibu Hamil.

by:dr. Awi Muliadi Wijaya, MKM

Read More......
Read Comments